Tuesday, September 1, 2009

nyawa saya taruhannya...

budhe, begitulah saya biasa memanggil seorang wanita paro baya penjual es campur sebelum sampai simpang batu 18 dari arah kijang. biasanya dia duduk di kursi teras depan kedainya atau di ruang tengah sambil mengiris cabe atau apa saja dilakukannya asal tidak berdiam diri.

namun siang itu kulihat budhe tergopoh-gopoh menyeberani jalan depan kedainya. ia berteriak-teriak sambil menunjuk seorang bocah lelaki berseragam smp yang terduduk di tepi jalan. semula saya mengira bocah tadi istirahat. barulah ketika budhe berkata dengan suara agak keras: kecelakaan, baru saya ngeh. saya memarkir motor di depan kedai budhe dan mendekat.

rupanya si bocah jatuh sendiri setelah mencoba mendahului truk namun kurang perhitungan. nafsu mendahului terlalu besar sehingga begitu menikung ke kanan di belakang pantat truk ia kesulitan untuk belok ke kiri sehingga jatuhnya di seberang jalan. lukanya lumayan jugalah, keningnya berdarah-darah. untung seorang anggota tni angkatan laut berbaik hati mengantar si bocah ke puskesmas terdekat.

tak lama kemudian, beberapa orang datang ke lokasi kejadian. melihat sepeda motor teronggok di tepi jalan dengan posisi terjatuh, mereka segera mengenali barang tersebut. dan ramai, saling tanya di mana pengendaranya. seorang perempuan berbadan subur segera mengangkat motor dari posisi semula. ia berniat memindahkannya ke lokasi tersembunyi dengan harapan tak tercium polisi. yang jelas motor itu tanpa plat nomor, entah pajaknya masih hidup atau mati. belum lagi kalau yang jatuh tadi gak punya sim, wah payah...

namun upayanya keburu dicegah seorang lelaki berbadan subur juga. "sudah, biarkan saja motornya di situ, kita ke puskesmas saja. kalau ada polisi yang berani mengambil sepeda motor ini, nyawa saya taruhannya," kata si lelaki. saya hanya terdiam, juga budhe dan warga lainnya. sejurus kemudian budhe menutup mulutnya dengan telapak tangan kirinya. saya sempat mendengar suara ketawanya tertahan.

No comments:

Post a Comment